random

3/random/post-list

Ads

Ogoh-Ogoh di Bali, Warisan Budaya Melawan Bhuta Kala


DUTA BALI
. Ogoh-ogoh merupakan salah satu tradisi Umat Hindu khususnya di Bali dalam menyambut Hari Raya Nyepi. Tradisi mengarak ogoh-ogoh di Bali biasa disebut dengan “pengerupukan”. Pengerupukan biasanya dilakukan tepat sehari sebelum Hari Raya Nyepi.

Sejarah asal muasal dari ogoh-ogoh khususnya di Bali ada beberapa versi yang berbeda. Ada yang mengatakan ogoh-ogoh dikenal sejak jaman Dalem Balingkang dimana pada saat itu ogoh-ogoh dipakai pada saat upacara pitra yadnya. Ada pula yang berpendapat bahwa ogoh-ogoh tersebut terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di desa Selat Karangasem. Informasi lain menyebutkan bahwa ogoh-ogoh muncul sekitar tahun 70-an.

Apapun pendapat tentang sejarah asal muasal ogoh-ogoh di Bali, dewasa ini meski Jaman semakin berkembang, teknologi semakin maju tapi ogoh-ogoh juga semakin dikenal bahkan menjadi salah satu tradisi yang ditunggu-tunggu oleh warga Bali bahkan wisatawan lokal ataupun mancanegara.
Ogoh-ogoh adalah tradisi yang akan terus ada dari masa ke masa, karena merupakan sebuah seni dan kreatifitas tanpa batas oleh anak muda warga Bali.

contohnya di Kabupaten Jembrana, Sehari menjelang  “Hari raya Nyepi” disebut hari “Pengerupukan” jatuhnya pada hari panglong 15 bertepatan dengan hari Tilem (bulan mati) sasih kesanga. Pada hari itu masyarakat Hindu di Bali melaksanakan upacara butha yadnya penetralisir kekuatan kekuatan yang bersifat keburukan seperti dengan melakukan pecaruan “ Tawur kesanga” (dalam sekala 
Dalam rangkaian upacara tersebut, pada sandi kawon (sore menjelang malam hari) dilanjutkan dengan acara “Magegobog” atau di Jembrana biasanya disebut Mebuwu-buwu yaitu mengelilingi pekarangan rumah sambil membawa api perakpak(daun kelapa kering),obor,bunyi-bunyian, menyemburkan mesui dan memercikkan tirta, sebagai symbol nyomio (menetralisir) kekuatan kekuatan yang bersifat keburukan/ kejahatan.
Setelah kegiatan magegobog tersebut dilaksanakan, kemudian dilanjutkan keluar pekarangan  membawa prangkat tadi  menuju jalan utama di Desa atau di Kota maning-masing, untuk kemudian bergabung dengan tetangga yang tadinya melakukan hal yang sama, saat tersebut tanpa di komando pada umumnya anak anak muda melanjutkan acara magegobog tersebut dengan cara berjalan menyusuri jalan utama, akan terbentuk menyerupai pawai obor, hal tersebut dilakukan setiap hari pengerupukan petang hingga malam sehingga menjadi semacam hiburan/tontotan 
Pada tahun 1981 (sehari menjelang tahun caka 1903) penulis sempat menyaksikan acara kelanjuatan megegobog yang sangat menarik perhatian. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda desa Batu Agung yang rata-rata suka melucu saat itu adalah : Di tengah tengah ramainya pawai obor dijalan raya Batu Agung menuju Kota Negara, kelompok pemuda tadi mengusung keranda (Pepaga/media pengusung jenazah ke kuburan) dengan menggunakan bangku panjang anak murid Sekolah Dasar diselimuti kain putih sedemikian rupa sehingga menyerupai keranda dengan jenazahnya  yang seperti akan diantar menuju ke kuburan, diiringi oleh pemuda pemuda lucu melantunkan kidung pengantar orang mati, ada juga yang berpura pura menangisi kematian orang yang diantar kekuburan tersebut dan banyak lagi kelakuan kelakuan lucu pemuda tersebut. Hal tersebut mendapat perhatian dan sangat menghibur masyarakat yang 
Dengan menyaksikan peristiwa tersebut penulis yang berasal dari Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jemrana  terinspirasi untuk membuat sesuatu yang bermakna dan ada keterkaitannya dengan upacara mebuwu-buwu/magegobog. Dari benak penulis tercetuslah ide untuk membuat  semacam patung ringan  yang menyerupai wujud Butha kala bermuka menyeramkan sebagi symbol keburukan yang akan disomio/dinetralisir setelah diarak keliling atau menyusuri jalan utama pada hari pengerupukan.
Ide tersebut penulis coba realisasikan pada tahun 1982 (hari pengerupukan menjelang tahun caka 1904)  pada pagi harinya penulis minta tolong kepada sdr Ketut Wirata, seorang seniman  dari  Desa Yehembang juga, untuk membuatkan sejenis Topeng/Tapel raksasa terbuat dari blongkak/kulit kelapa.
Dibantu oleh pemuda pemuda lain yang sering ngumpul dirumah penulis saat itu, dipandu oleh sdr Ketut Wirata dibautlah patung ringan seperti yang diinginkan penulis, krangka badan, tangan dan kaki dibuat dari bambu, dibungkus  dengan untaian somi/ merang padi (somi=somio) diselimuti dengan kain putih dan loreng sedemikian rupa sehingga terbentuk wujud yang menggambarkan butha kala.
(Sumber: Sejarah ogoh ogoh bali)


SHARE

Author

Hi, Its me Hafeez. A webdesigner, blogspot developer and UI/UX Designer. I am a certified Themeforest top Author and Front-End Developer. I'am business speaker, marketer, Blogger and Javascript Programmer.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 $type={blogger}:

Posting Komentar